Lautan Tanpa Ombak
- sadhati
- Nov 25, 2015
- 2 min read

Angin kecil menghembuskan nafasnya.
Air asin bersentuhan dengan karang.
Matahari terbius kantuk.
Tak lama lagi hilang di ufuk.
Sudah berapa lama kita berdiam di sini menatap keheningan?
Gemericik air menyanyi pelan.
Lima lanang dan gadis terbius fana:
Oleh asap yang menidurkan bisingnya dunia.
Oleh aroma yang membungkam realita.
Oleh setan kecil yang menggandeng raga ke alam mimpi.
Salah satu merendamkan kakinya, memainkan musik gemericik.
Kedua tangannya merangkul awan,
“itu awan kelinci. Lihat? Kelinci lompat-lompat-lompat!”
Melompat ia ke air tenang,
lalu bagai awan, ringan mengambang.
Salah satu menatap tarian daun.
Bola mata ikut menari, mengantarkannya ke poros lamun.
Setiap hisap makin menenggelamkan pikirannya ke hening.
Hening lamunan. Kosong memabukkan.
Salah satu mengendapkan raga di antara gundukkan pasir.
Perlahan menyatu dengan ratusan juta butir.
Berharap bisa hilang dan lari dari takdir.
Menunggu disapu ombak yang bergulir.
Salah satu duduk di atas kursi bersarung kayu.
Menyerukan kisahnya bagai lagu.
Sejak lalu emosinya keluar menggebu.
Rentetan amarah, tanya, duka, bergandeng menyatu.
Ia bergeming seperti kehilangan arah.
Kisahnya berdendang di kebingungan.
Nyatakah hidup yang bertumpu pada sial.
“Pernahkah cinta datang padamu, hanya karena ia akan pergi,
Berbahagialah jika asmara yang menelantarkanmu,
Setidaknya ia datang karena diundang,
Setidaknya hanya paruh usia kamu mengenalnya,
Lain jika kamu dibesarkan oleh suatu cinta, oksigen dari hembusan napas belia,
Lalu kamu tumbuh bersamanya,
Lain jika cinta yang melahirkanmu ke dunia, tak lagi kuasa menepi,
Terbelah menjadi dua, saling mengembara seorang diri,
Lalu bagaimana kamu bisa bernapas?
Bergantung pada sisa cinta yang kurun waktu jadi ampas.
Lama-lama kamu ikut mengendap—mengeras.”
Salah satu menjiwaimu.
Menatap kebingungan yang melukai kesempurnaanmu.
Mengerti jeritan sunyi dari rongga dadamu.
Mempertanyakan makna yang sama,
hidupi segala tanyamu.
Lautan tanpa ombak berdesir,
Asap ini tiada membantu.
Membuat waras makin terjerumus membatu.
Manakah nyata atau fana,
siapa tidak pernah tau.
Lautan berdesir,
Ombak masih saja belum hadir.
Lima lanang dan gadis menyambut takdir.
Green Hill, Jakarta
November 9, 2015
Comments